RUU TNI: Utut Khawatirkan Kembali Era Orba, Tak Bisa Putar Balik

Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sedang dibahas di parlemen menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Salah satu yang mengungkapkan keprihatinan terkait dengan rancangan peraturan ini adalah Utut Adianto, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan. Menurutnya, ada potensi bahwa RUU TNI ini bisa membawa Indonesia kembali ke era Orde Baru (Orba), sebuah masa yang telah banyak dipandang sebagai zaman otoriter yang membatasi kebebasan demokrasi. Utut khawatir bahwa jika RUU ini disahkan, akan sulit untuk berbalik dari dampaknya.

RUU TNI: Utut Khawatirkan Kembali Era Orba, Tak Bisa Putar Balik

RUU TNI dan Kecemasan Utut Adianto

Utut Adianto menyampaikan keprihatinannya terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan oleh RUU TNI. Dalam pandangannya, pasal-pasal yang ada dalam rancangan tersebut bisa memberi ruang bagi militer untuk lebih terlibat dalam kehidupan politik dan sosial di Indonesia. Hal ini mengingatkan banyak pihak pada era Orde Baru, di mana TNI memiliki kekuatan yang sangat besar dalam mengendalikan pemerintahan dan masyarakat. Selama masa Orba, kekuasaan TNI sering kali digunakan untuk menekan oposisi dan membatasi kebebasan berekspresi.

“Jika RUU ini disahkan tanpa adanya perubahan substansial, maka kita bisa kembali ke situasi yang sulit, di mana kebebasan kita sebagai rakyat Indonesia terancam,” ujar Utut dalam sebuah diskusi di DPR. Ia menegaskan bahwa meskipun TNI memiliki peran penting dalam menjaga keamanan negara, hal tersebut tidak boleh mengurangi ruang bagi demokrasi dan kebebasan sipil.

Potensi Kembali ke Era Orba

Era Orba, yang dimulai pada tahun 1966 hingga 1998, dikenal dengan pemerintahan yang sangat otoriter. Pada masa ini, TNI memiliki kekuatan yang sangat besar, dan banyak institusi negara yang terkooptasi oleh militer. Keterlibatan TNI dalam politik sering kali menimbulkan ketegangan, baik di dalam negeri maupun dalam hubungan dengan dunia internasional. Bahkan, Orba dikenal dengan pembatasan terhadap kebebasan pers, penangkapan aktivis, dan pembungkaman oposisi.

Dengan melihat kondisi tersebut, Utut Adianto merasa sangat khawatir jika RUU TNI bisa membuka celah bagi kembalinya situasi yang serupa. “Kita sudah belajar banyak dari sejarah,” katanya. “Kita tidak ingin kembali ke masa di mana negara ini berada di bawah cengkraman kekuatan militer yang otoriter.”

Harapan untuk Reformasi TNI

Meskipun Utut khawatir akan dampak negatif dari RUU TNI, ia tetap berharap ada perubahan yang bisa dilakukan untuk memastikan bahwa peran TNI tetap terjaga, namun tidak mengganggu demokrasi yang telah dicapai sejak reformasi 1998. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara peran militer dalam menjaga keamanan dan hak-hak asasi manusia.

“Reformasi TNI sudah berjalan cukup jauh, dan kita tidak boleh membiarkan kemajuan ini terhenti,” ujar Utut. “Kita harus memastikan bahwa TNI tetap menjaga kemanan negara, tapi tetap menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.”

Menurutnya, RUU TNI perlu dibahas lebih dalam lagi untuk menemukan titik keseimbangan antara kedua aspek tersebut. Ini termasuk mengurangi potensi ketergantungan militer dalam urusan politik dan meningkatkan pengawasan terhadap peran mereka di ranah sipil.

Tantangan yang Dihadapi RUU TNI

Meskipun begitu, Utut bukan satu-satunya pihak yang khawatir terhadap RUU TNI. Banyak kalangan lain juga mengungkapkan keprihatinan yang sama, baik itu dari kalangan akademisi, aktivis, maupun partai politik. Mereka khawatir bahwa jika RUU ini diterima tanpa revisi yang memadai, maka Indonesia bisa menghadapi kemunduran dalam hal kebebasan sipil dan demokrasi.

Selain itu, tantangan lain yang dihadapi dalam pembahasan RUU TNI ini adalah ketidakjelasan mengenai bagaimana hubungan antara TNI dan lembaga-lembaga sipil lainnya akan diatur. Beberapa pihak menilai bahwa RUU ini tidak cukup jelas dalam mendefinisikan batasan-batasan antara kewenangan TNI dan otoritas negara lainnya, seperti kepolisian dan lembaga peradilan.

Peran Masyarakat dalam Menyikapi RUU TNI

Sebagai negara demokratis, Indonesia harus terus mengingat pentingnya keterlibatan masyarakat dalam setiap perubahan kebijakan, termasuk yang terkait dengan militer. Masyarakat perlu aktif menyuarakan pendapat mereka agar peran TNI tetap terjaga dalam kerangka negara hukum yang demokratis. Oleh karena itu, pembahasan RUU TNI harus transparan dan melibatkan diskusi publik yang luas.

Kesimpulan

RUU TNI memang menjadi salah satu topik yang sangat penting untuk masa depan Indonesia. Utut Adianto dan banyak pihak lainnya mengingatkan kita untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan yang bisa membawa dampak besar bagi demokrasi dan kebebasan di negara ini. Sebagai negara yang sudah lama berjuang untuk kebebasan, Indonesia harus berhati-hati dalam menjaga keseimbangan antara keamanan dan kebebasan, serta memastikan bahwa TNI tidak kembali mendominasi kehidupan politik negara seperti yang terjadi di masa Orba.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *